Konsep Iman, Islam, dan Ihsan

Pendahuluan

Iman, Islam dan Ihsan sangatlah penting terutama bagi Dien Islam. Ketiganya hanya bisa dibedakan satu sama lain, tetapi tidak bisa dipisahkan. Menurut Nurcholis Madjid; Iman, Islam dan Ihsan disebut sebagai trilogi ajaran Illahi.


sumber:internet

Dalam sebuah hadis digambarkan bagaimana hubungan antara iman, islam, dan ihsan. Hadis tersebut merujuk pada dialog antara Nabi Muhammad Saw dan malaikat Jibril :

“Nabi Muhammad Saw keluar dan (berada di sekitar sahabat) seorang datang menghadap beliau dan bertanya: “Hai Rasul Allah, apakah yang dimaksud dengan iman?” Beliau menjawab: Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan- Nya, para utusan-Nya, dan percaya kepada kebangkitan.” Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: “Apakah yang dimaksud dengan Islam?” Beliau menjawab: “Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak musyrik kepada-Nya, engkau tegakan salat wajib, engkau tunaikan zakat wajib, dan engkau berpuasa pada bulan Ramadan.” Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: “Apakah yang dimaksud dengan Ihsan?” Nabi Muhammad Saw menjawab: “Engkau sembah Tuhan seakan-akan engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak melihat-Nya, maka (engkau berkeyakinan) bahwa Dia nelihatmu…” (Bukhari,I,t.th:23).

Dari hadis di atas, sebenarnya sudah kita pahami apa arti dari sebuah konsep Iman, Islam, Ihsan itu sendiri. Seperti hubungan satu sama lainnya dan hakikatnya pada Dien Islam. Dalam makalah ini lebih lanjut kami akan membahas mengenai konsep Iman, Islam dan Ihsan.

Pembahasan

Konsep iman, islam, dan ihsan.

Konsep bisa diartikan sendiri adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap ektensinya. Itu artinya konsep juga dapat diartikan pembawa arti. Dari pendahuluan di atas, salah satu hadis telah menjelaskan hubungan antara ketiganya: Iman, Islam dan Ihsan. 

Dan bisa diartikan bahwa hadist tersebut telah memberikan ide kepada umat Islam tentang rukun Iman yang enam, rukun Islam yang lima, dan penghayatan terhadap Tuhan Yang Maha hadir dalam hidup, itu artinya, ketiga hal itu hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Antara yang satu dengan yang lainnya memiliki keterikatan.
  
Oleh karena itu, setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak absah tanpa Iman, dan Iman tidak sempurna tanpa Ihsan. Sebaliknya, Ihsan mustahil tanpa Iman, dan Iman juga mustahil tanpa Islam.

Ibnu Taimiah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsur, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Dalam tiga unsur itu terselip makna kejenjangan (tingkatan): orang mulai dengan Islam, kemudian berkembang ke arah Iman, dan memuncak dalam Ihsan. 

Apa yang diutarakan oleh Ibnu Taimiah merujuk pada surat al-Fathir (35) ayat 32: “Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri; dan di antara mereka ada yang pertengahan; dan di antara mereka ada pula yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah…”

Di dalam al Qur’an dan Terjemahannya yang diterbitkan Depag, dijelaskan sebagai berikut: pertama,”orang-orang yang menganiaya diri sendiri” (fa minhum zhalim li nafsih) adalah orang  yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya; kedua, “orang-orang pertengahan” (muqtashid) adalah orang-orang yang antara kebaikan dengan kejelekannya berbanding; dan ketiga,”orang-orang yang lebih dulu berbuat kebaikan” (sabiq bi al khairat).

Sementara Ibnu Taimiah menjelaskan sebagai berikut: pertama, orang-orang yang menerima warisan kitab suci dengan mempercayai dan berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, namun masih melakukan perbuatan-perbuatan zalim, adalah orang yang baru ber-Islam, suatu tingkat permulaan dalam kebenaran; kedua, orang yang menerima warisan kitab suci dapat berkembang menjadi seorang mukmin, tingkat menengah, yaitu orang yang telah terbebas dari perbuatan zalim namun perbuatan kebajikannya sedang-sedang saja; dan ketiga, perjalanan mukmin itu (yang terbebas dari perbuatan zalim) berkembang perbuatan kebajikannya sehingga ia menjadi pelomba (sabiq) perbuatan kebajikan; maka ia mencapai derajat ihsan. “Orang yang telah mencapai tingkatan ihsan,” kata Ibnu Taimiah,” akan masuk surga tanpa mengalami azab.” (Nurcholis Madjid dalam Budhy Munawar-Rachman (ed.), 1994:465).

Iman sebagai landasan Islam dan Ihsan, Islam sebagai bentuk manifestasi Iman dan Ihsan, sedangkan Ihsan mengusahakan agar keimanan dan keislaman yang sempurna. Secara lahiriyah orang tidak dapat dikatakan Islam manakala tidak mengucapkan syahadat, ibadah shalat, zakat berpuasa ramadhan, dan menunaikan haji yang merupakan pelaksanaan Ihsan secara lahiriyah, atau kesempurnaan Islam itu sama sekali tidak berarti, jika tidak dilandasi Iman ( Tashdiq ) dan Islam ( membaca syahadat ). Ibadah shalat, zakat, puasa, haji dan lain lain akan menjadi berarti manakala ada Iman dan Islam, karena syarat Ihsan secara lahiriyah harus dengan Iman dan Islam, meskipun sahnya Iman dan Islam itu tidak harus dengan Ihsan.

Memang Iman dan Islam itu otonom jika dilihat dari keabsahanya, karena Iman dan Islam sudah merupakan jaminan keselamatan dunia dan ahirat. Iman yang benar dapat menyelamatkan dari keabadian siksa Neraka, sedangkan Islam dapat menjaga hak hidup lahiriyah yang berhubungan dengan agama dan Mu’amalah, Munakahat, Waris mewaris dan lain sebagainya. Tetapi kemungkinan Iman dan Islam itu akan menjadi kering kerontang, bahkan musnah sama sekali dari lubuk hati, manakala tidak mengakui atas segala dosa dosa yang telah dilakukanya, karena suatu dosa lambat laun akan menyeret pelakunya pada kekufuran, jika tidak lekas di taubati. 

Oleh sebab itu sebagai Mukmin yang baik disamping beriman dan berislam, hendaklah melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah SWT, secara sadar, agar memperoleh Ihsan yang sebenarnya.

Iman

Iman sendiri memiliki pengertian percaya.

Iman mengandung arti ketentraman dan kedamaian kalbu yang dari kata itu pila muncul kata al-amanah (amanah: bisa dipercaya), lawan dari al-khiyanah (keingkaran). Seseorang dikatakan al-amin manakala, hati ini tentram karena perilakunya yang baik dan tidak khawatir bahwa orang itu akan berlaku khiyanat. 

Yang dimaksud keimanan seseorang terhadap sesuatu adalah bahwa dalam hati orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan tentang sesuatu itu dan sejak saat itu ia tidak khawatir lagi terhadap menyelusupnya kepercayaan lain yang bertentangan dengan kepercayaan. 

Ada pun dalam hal ini, kami mengartikan iman disini pada rukun iman yang enam, yakni:

1. Iman kepada Allah SWT

Al Qur’an menyebut Allah sampai 2799 kali mulai dengan menerangkan tentang keesaan Tuhan dan mengakhiri dengan keesaan Tuhan Pula. Ayat tersebut diantaranya: Surat (7) Al A’raaf ayat 59 :

“…Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya…” 
Dan, surat Al Anbiyaa ayat 25 :

“Dan tidak kami utus Rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku; karena itu sembahlah Aku”.

2. Iman kepada Malaikat-Nya

Surat Al Baqarah (2) ayat 177 :

“Bukankah menghadapkan wajah kamu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi…”

Juga, surat Al Baqarah (2) ayat 285:

“Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya demikian (pula) orang-orang yang beriman, semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya…”

3. Iman kepada kitab-kitab-Nya

Surat Al Maidah (5) ayat 48 :

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Kitab Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya), dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu…”

4. Iman kepada Rasul-rasul Allah

Surat Yunus (10) ayat 47 :

“Dan tiap umat mempunyai rasul-rasul…”

5. Iman kepada hari Akhir (Kiamat)

Surat As Sajdah (32) ayat 21 :

“Dan sesungguhnya akan Kami rasakan kepada mereka sebagian dari siksaan yang dekat (di dunia) sebelum siksaan yang besar (di akhirat), agar mereka kembali (pada jalan yang benar).”

6. Iman kepada qada dan qadar

Beriman kepada qada dan qadar berarti mengimani apa yang sudah digariskan oleh Allah kepada manusia. Akan tetapi tidak menghilangkan juga kewajiban untuk berikhtiar sekuat tenaga.

Islam

Rukun iman jelas harus diamalkan, karena tidak diamalkan, maka akan merupakan iman kosong belaka. Untuk mengamalkan rukun iman ini ditetapkan kewajiban yang disebut rukun Islam.

Islam sendiri secara bahasa memiliki pengertian diantaranya:

1. Berserah diri (Aslama) : surat Ali Imran ayat 3, dan Al Maidah ayat 125.
2. Tunduk patuh (Istislam) : surat Al Baqarah ayat 131
3. Bersih/suci (Saliim) : Asy Syu’araa’ ayat 89
4. Selamat/sejahtera (Salama) : Al Maidah ayat 15-16 dan Al An’am ayat 54
5. Perdamaian (Silmu) : Al Anfaal ayat 61 dan Muhammad ayat 35

Menurut Prof. Hasbi Ashidqy, Islam dan tugas kerasulan:

1. Membersihkan aqidah
2. Membersihkan akhlaq
3. Mengatur ibadah
4. Mengatur Muammalah
5. Memberi petunjuk pada jalan keselamatan, kedamaian, dan kebenaran.

Sementara itu, rukun islam ada 5 sebagai media aplikasi dari iman:

1. Mengucapkan dua kalimat syahadat

Surat Al A’raaf (7) ayat 158 :

“Katakanlah : Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain dari Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan…”

2. Mendirikan Shalat

Surat Al Ankabuut (29) ayat 45 :

“Bacakanlah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Al Kitab dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah manusia dari perbuatan yang keji dan mungkar dan sungguh ingat pada Allah adalah lebih besar (manfaatnya), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

3. Shaum atau Puasa

Surat Al Baqarah (2) ayat 183:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu berpuasa.”

4. Zakat

Surat At Taubah (10)  ayat 60 :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

5. Haji

Surat Ali Imran (3) ayat 97 :

“… mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan kepadanya…”

Ihsan

Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah swt. berfirman. “Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (QS Al-Isra’: 7). Dan irfman Allah : “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….” (QS. Al-Qashash: 77)

Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah Swt.

Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah Swt.  Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah Swt. Rasulullah Saw pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.

Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan.

Related Post



Posting Komentar