Setelah perjalanan selama empat jam, kami akhirnya tiba di pos pendaftaran Taman Nasional Gunung Rinjani. Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, petugas datang dengan ramah, kami berdoa sebelum pendakian.
Rute pertama menuju pos 1 dimulai, rutenya hanya jalan biasa, hanya sedikit tanjakan, dan turunan. Setelah satu jam perjalanan, kami mulai memasuki padang Savana. Rute ini cukup berat. “Siang hari suhunya bisa mencapai 49’C”, ujar petugas. Sangat panas, dan jika tidak pintar-pintar kami bisa dehidrasi, lalu mati lemas.
![]() |
| Padang Savana. insert: terlihat dari kejauhan rinjani (doc. khanoman adventure) |
Tapi kami memang cukup pintar, suhu ekstrim tersebut sudah lewat sore hari begini. Tapi tetap saja, kami mesti mewaspadai hewan liar: ular, babi hutan, landak ataupun kancil. Padang Savana menyimpan banyak misteri. Ilalang yang menutupi bisa menjadi bahaya sewaktu-waktu.
Di ketinggian 1240 mdpl laju angin semakin besar, suhu mulai dingin, pos 1 ditempuh dengan empat jam perjalanan. Tim memasang tenda. Dua tenda cukup besar dipasang. Adhit tidur dengan Restu. Sementara Rian, Dzikri dan Ilham tidur satu tenda.
Hari keempat dimulai, Pos 1 harus segera ditinggalkan. Ilham terlihat bersemangat ingin segera menaklukan Rinjani. Kali ini baju pangsi ditinggalkan. Hanya menyisakan totopong (atau ikat kepala). Jaket menjadi pilihan yang tepat sebab mereka akan segera menuju ke pos 2 atau palawangan. Pukul lima subuh, tim sudah bangun. Udara dingin menusuk tulang, makanan bubur kacang ijo menjadi hambar tak jadi-jadi menjadi bubur. “Mungkin suhu yang ekstrim membuat kacang ijo gagal menjadi bubur,” ujar Ilham.
Pukul delapan pagi, tim sudah bersiap untuk mendaki. Padang Savana menjadi tantangan. Kebutuhan akan air menjadi sangat penting. Lima puluh pendaki siap berangkat, serombongan keluarga dari Bali sudah berangkat lebih dulu. Konon katanya gunung Rinjani adalah gunung suci bagi umat Hindu yang ingin melakukan ritual.
Dibelakang mereka terlihat rombongan bule dengan 8 porter. “Satu jam kemudian, lebih dari 50 bule dari berbagai Negara menyusul. Tapi mereka kan menggunakan porter,”kata Restu sambil tertawa. “Uang berkuasa disini, siapa yang mau santai sewalah porter,” ujar Restu menambahkan.
Pos 2 di ketinggian 1524 mdpl telah kami singgahi tepat pukul sebelas siang. Berarti dari pos 1 menuju pos 2 kami telah menempuh 3 jam perjalanan. Cuaca yang panas membuat kami kelelahan. Persediaan air mulai menipis, kami mencari air dan karena bulan Juli adalah musim kemarau kami sedikit kesulitan air. Tapi, ternyata Tuhan Maha Adil. 200 m dari Pos 2, tetesan air dari dinding jurang menjadi penyelamat kami. Botol-botol air kami isi. “Airnya seperti air dari lemari Es. Dingin dan Segar,” ujar Ade Rian Santika.
![]() |
| Tim Ekspedisi: dari kiri ke kanan: adit, ilham, restu, dzikri, ade rian. (doc. khanoman adventure) |
Mereka, sudah segar kembali. Namun, kondisi Adhit mulai diuji. Restu berada di belakang bersama Adhit. Beban yang Adhit bawa sangatlah berat. Sebagai Dokumentasi ia mesti membawa peralatan yang bisa dibilang tak biasa bagi pemula untuk mendaki Rinjani: Ada kamera DSLR.
Adhit membawa juga HandyCam, dan Accu kering untuk mengisi baterai cadangan. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya Adhit ketika itu. Sedangkan Ilham, Dzikri dan Rian berada jauh di depan.
Jalan semakin menanjak, Adhit mulai banyak beristirahat. Cuaca siang benar-benar seperti “pembunuh berdarah dingin”, perlahan-lahan menggerogoti tubuh. Dehidrasi menjadi-jadi, suhu mencapai 43’C. Sangat panas! Apalagi bagi anggota tim yang biasa tinggal di daerah Sejuk di daerah Sumedang, Jawa Barat.
Empat hari sudah, mereka meninggalkan Sumedang. Meninggalkan Sumedang membuat mereka merasa rindu akan kampung halaman. Tapi, mereka sudah memiliki niat yang baik: menaklukan Rinjani menjadi duta budaya. “Mumpung lagi di Rinjani, foto-foto dulu buat di Facebook,”ujar Restu sambil berfoto dengan sejumlah bule dan pendaki lainnya.
Angin semakin kencang, tapi bukan membawa kesejukan. Melainkan kesengsaraan. Udara yang panas, membawa angin yang kering. Kulit kami seakan terkelupas dan ingin keluar dari cangkangnya. Pos 3 di ketinggian 1819 mdpl, begitu kering. Kami benar-benar kehausan. Tak ada air seperti di pos 3. Kami mulai kehabisan akal, dan hanya motivasilah yang membuat semua tim memiliki semangat baru.
Ilham yang begitu bersemangat untuk menaklukan Rinjani. Sampai-sampai tak menghiraukan kondisi badannya. Rute Palawangan Sembalun merupakan rute yang tiada berujung. “Pantas saja pendaki yang lain menjuluki rute ini sebagai Sembilan bukit penderitaan,”ujar Restu.
Bagaimana tidak, pendaki akan diuji di area ini, tanjakan tiada henti, cuaca begitu panas, membuat badan begitu pegal, panas. Ingin rasanya menceburkan diri ke dalam bak mandi. Adhit masih bersama Restu di belakang. Sedangkan yang lainnya di depan.
Ilham terlalu bersemangat, sehingga tanpa sadar jantungnya berdetak sangat kencang dan cepat. Semua anggota tim yang lain panik. Restu yang menjadi ketua tim sangat panik.
Akhirnya diputuskanlah mereka untuk beristirahat. Ilham terlalu cepat bereaksi menuju 2000mdpl tubuhnya tidak mampu merespon dengan baik. Waktu menunjukan pukul satu siang. Mereka beristirahat, membuka bekal dan mengisi energi untuk melanjutkan kembali menuju Palawangan Sembalun. Rute terakhir menuju puncak. Jika diukur dari tempat kami beristirahat sekitar dua jam perjalanan lagi.


Posting Komentar