“Aku harus segera, cari dosen Antropologi,” pikir Oge. Aku berlari sepanjang lorong gedung Z, lantainya putih bersih, di dinding gedung terdapat tulisan berupa famplet, atau poster.
Ada juga pengumunan kehilangan kunci motor, dompet, atau STNK. Tapi, aku tak peduli dengan pengumuman itu. Yang aku pedulikan sekarang, adalah nasib untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Aku, begitu terbayang dengan indahnya Paris, atau ramainya, the Big Apple, New York.
Sampailah aku di sebuah ruangan bercat hijau, berornamen Timur Tengah. Di dinding ruangan terdapat kaligrafi islam yang begitu indah, sebuah meja kayu jati, dan sebuah komputer Apple keluaran terbaru. Disana sudah menunggu dosen Antropologi, Pak Anshari. Ia adalah lulusan Leiden University, Belanda.
“Permisi, pak ?”
“ Oh, kamu silahkan duduk.” jawab, Pak Anshari pria berusia 50 tahun.
“ Ada perlu apa, ge ?” tanya Pak Anshari, dengan ramahnya.
” Begini pak, mengenai beasiswa yang ke luar negeri, apakah pendaftarannya masih dibuka.” jawabku dengan muka tegang dan keringat yang mengucur deras seperti habis lari marathon 30 Km berbicara.
“ Mengenai masalah beasiswa, pendaftarannya masih dibuka. Akan tetapi harus melakukan riset terlebih dahulu. Pilihannya dua, Kalimantan atau Sumatera .“ Kamu mau pilih mana?” Tanya Pak Anshari sembari memberikan brosur kepada ku.
Aku berfikir sejenak. Aku bolak – balik membuka brosur beasiswa. Saat itulah aku seperti mendapatkan ilham. Aku berfikir keras beberapa menit.
“ Bagaimana, Oge ?” tanya Pak Anshari dengan serius.
“ Baiklah, pak. Sepertinya Kalimantan cocok untuk membuat riset tentang hubungan manusia dengan orang utan.” jawabku, sambil menyodorkan brosur pada pak Anshari yang terlihat tersenyum.
“ Dua Minggu lagi, kamu akan berangkat bersama tim riset dari Universitas Dandles. Jadi, jaga kesehatan, dan banyak baca buku – buku yang berhubungan dengan riset kamu.”
“Baik pak, siap laksanakan.” Ku jabat tangan Pak Anshari. Di matanya terpancar kharisma seorang dosen yang jujur dan baik.
23 Oktober 2011
Aku menunggu di kampus. Kampus ku ini bernama Universitas Maestro. Terkenal dengan tingkat akademiknya yang tinggi dan banyak lulusannya yang menjadi sukses. Salah satunya Winx Ridwan, ia adalah Pengusaha dibidang Properti.
Terdapat barisan kursi kosong di taman kampus, aku duduk di dekat pohon asem yang sudah berusia 20 tahun. Suasana saat itu dikampus begitu ramai, bahkan di taman banyak mahasiswa dan mahasiswi yang sedang melakukan aktivitas, diantaranya diskusi, ngobrol , bahkan pacaran.
Setelah menunggu sekitar 30 menit. Akhirnya mobil jemputan ku tiba. Mobil Bercat biru, bermerk Toyota Rush siap membawaku menuju Surabaya, untuk selanjutnya pergi ke Kalimantan, tepatnya Pontianak. Mobil biru itu meraung – raung memintaku untuk segera naik. Rektor melepas kepergianku ke Kalimantan, dengan upacara kecil.
Mobil pun meluncur meninggalkan Kota Sumedang yang begitu asri menuju Kota Surabaya.
Berjam-jam perjalanan yang melelahkan. Aku pun tiba di Pelabuhan Tanjung Perak. Aku naik Ferri dan meluncur ke Kalimantan atau terkenal dengan Borneo Island.
Setelah menghabiskan hampir 1 Minggu lamanya mengarungi daratan dan lautan, dari Sumedang menuju Pontianak. Akhirnya aku tiba di tempat tujuan, tempat itu bernama “ The Camp of Orang Utan “.
Setibanya disana, aku langsung bergegas melihat penampungan orang utan, dan mulai berusaha beradaptasi ditempat yang baru. Tempat inilah yang akan menjadi rumah baru ku untuk 6 bulan kedepan.
The Camp of Orang Utan, adalah rumah penampungan bagi orang utan yang jumlahnya semakin berkurang, karena pemburuan liar dan penebangan hutan. Rumah penampungan ini begitu besar, bahkan Alun – alun Sumedang saja kalah besar daripada rumah penampungan ini.
Terdapat jembatan gantung yang di ikat diatas pohon yang tingginya hampir setinggi Mal – Mal yang ada di Ibu Kota. Biasanya penduduk local disana, sedikitnya membantu rumah penampungan ini, selain dari pemerintah Indonesia dan aktifis pecinta orang utan.
Setelah berkeliling melihat suasana rumah penampungan. Aku bisa beristirahat, kamar ku tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Dindingnya beralas anyaman bambo, atapnya dari daun kelapa, dan palem. Di dalam kamar hanya ada satu tempat tidur dan satu lemari sedang dari kayu jati dengan ukiran khas jepara. Lampunya hanya 5 whatt. Tidak ada fasilitas internet. Hanya sebuah televisi 21 inch yang ada di ruang tengah yang digunakan untuk menonton berita atau informasi.
Pagi – pagi sekali aku sudah disibukan dengan aktifitas, dari mulai mengamati gerak – gerik orang utan, mewawancarai, hingga memberi makan. Namun, justru hal itu, membuat aku semakin bersemangat. Awan berbentuk Paris, atau New York, seolah mengejekku dan mengajakku untuk segera terbang ke sana.
Aku berrkenalan dengan Tim dari Universitas Dandles. Mereka diantaranya, ada Joseph, William, Hermonie, dan Willhemina. Mereka semua berasal dari Belanda. Namun, yang menarik perhatianku adalah seorang gadis asal Pontianak, namanya Ayu Lestari.
Gadis setengah oriental ini, selain cantik, ia juga pintar. Terbukti ia pernah di kirim untuk menjadi delegasi Indonesia ke Japan, untuk mengikuti Konferensi Global Warming.
“ Perfect Woman,”. Pikirku, sambil menyeruput segelas susu putih cap Bendora.
Aku terkadang selalu berfikir, sungguh beruntungnya aku, bisa berada di Kalimantan. Berharap dapat beasiswa ke Paris atau New York. Juga bisa bertenu wanita yang begitu menarik perhatianku.
Setelah seminggu berada di Kalimantan. Aku semakin cinta dengan Orang Utan dan Alam. Terutama Ayu Lestari, yang selalu ada di dalam setiap pikiranku. Bahkan ada orang utan yang sudah sangat akrab dengan ku. Orang utan bernama Wiwir. Berusia 2 Tahun. Asli Kalimantan.
Suatu hari, kejadian yang aneh menimpa diriku. Saat aku terbangun dari tidurku. Aku merasakan sesuatu yang aneh menimpa diriku. Tubuhku menjadi lebih tinggi, tanganku kekar, kaki ku kuat sekuat baja, dan telingaku seperti memiliki kekuatan super yang sangat tinggi, sehingga aku bisa mendengar pendengaran orang utan. OMG, I’m a The OrtMan. Bagaimana bisa ? seingatku aku tidak mengalami kejadian yang salah.
“ Tidak …, Tidak …, Tidak …, “ Teriakku di dalam Kamar.
Tiba – tiba Ayu Lestari, masuk ke kamarku. Ia tidak kaget melihat perubahan dalam diriku. Ia hanya bilang, “ Gi, kamu adalah orang terpilih untuk menyelamatkan Orang Utan dari ancaman kepunahan. Sudah dua Tahun Terakhir, Perusahaan Domino ingin menghancurkan kamp ini. Ia ingin memperluas perkebunan sawitnya.”
Ayu lalu memberikan koper berlogo Orang Utan, bertuliskan The OrtMan. Aku buka koper itu. Didalamnya terdapat baju batik, celana bokser, dan senjata pamungkas, Keris Durian.
“ Apa, ternyata sekarang aku menjadi The OrtMan,? “ Tanyaku pada Ayu.
“ Ya, kamu adalah The OrtMan, penyelamat Orang Utan dan Alam dari kehancuran. Kamu akan berubah saat kamu mendengar, melihat dan merasakan kerusakan alam dan pembunuhan orang utan. Jadi, saat kamu berubah, pakailah apa yang ada di dalam koper itu. Itulah wardrobe dan senjata mu.” Jawab Ayu sambil tersenyum manis sekali.
“ Tapi, bagaimana bisa aku menjadi seperti ini ?”
“ Ceritanya panjang. Jadi, ketika kamu datang ke sini, aku merasakan kehadiran sosok penyelamat. Dan ternyata itu kamu, Oge Saputra Kusumahdinata. Kau memiliki Cakra yang sangat besar, dibanding yang lainnya. Jadi, ketika kamu tidur. Aku menyelinap masuk ke kamarmu dan menyuntikan serum orang utan. Serum itu akan bekerja selama kamu merasakan adanya ketidak adilan.” Ayu menjelaskan dengan, menggenggam tanganku.
“ Tapi, apakah kamu masih mecintaiku meskipun seperti ini ? “ Tanyaku. Kulihat matanya yang agak sipit, bibirnya yang tipis , pipinya yang merah merona mengangguk setuju.
“ Pasti, aku akan mencintaimu.”
Aku memeluknya, dan seiring dengan tubuhku yang mulai normal kembali.
Enam Bulan sudah berlalu. Aku harus segera bergegas pergi meninggalkan hutan Kalimantan. Pontianak dan Ayu Lestari, Kekasihku. Aku berjanji akan kembali ke sana suatu hari nanti.
Hari – hariku selepas riset itu, dihabiskan untuk menulis proposal. Aku sering berkomunikasi dengan dosenku Pak Anshari. Ia menyetujui proposalku. Akhrinya minggu depan aku akan di wawancara.
Aku telepon Ayu, namun tak ada respon. Perasaanku menjadi tidak enak, pendengaranku seperti melihat kejahatan. Perasaan itu kian menjadi, setelah melihat Televisi, dimana banyak Orang Utan yang mati dibunuh dan Perusahaan Domino merusak Camp penampungan orang Utan. Mataku terbakar, tubuhku tiba – tiba akan berubah. Aku segera berlari, mencari tempat yang sepi.
It’s Superhero Time’s. The OrtMan Is begain. Dengan Baju batik dan celana Bokser serta Keris Durian. Ia lalu menghilang dengan menggunakan jurus “ menghilang tanpa jejak “. Tidak berapa lama, ia sudah berada di Camp itu. Ia berusaha menyelamatkan orang utan yang sudah di kurung dalam kandang – kandang besi untuk dijual ke luar negeri sebagai koleksi para cukong – cukong tak bermoral.
Dengan jurus pamungkasnya, “ Cakaran Orang Utan “. Perusahaan Domino berhasil di pukul mundur. Tapi, ternyata The OrtMan tidak tahu bahwa Ayu, kekasihnya ditawan Ong Eng Ong, pimpinan Perusahaan Domino.
The OrtMan mengajak duel Ong Eng Ong. Terjadilah pertarungan sengit. Ong Eng Ong rupanya sudah menyuntikan serum Orang Utan, ketika ia menawan Ayu, ia sudah tahu bahwa Ayu mempunyai serum itu. Ong Eng Ong mengetahui hal tersebut, karena ia memiliki mata – mata . dan Rupannya mata – mata itu adalah Mahasiswa Belanda itu.
“ Sial, awas akan ku beri dia pelajaran.” Aku bergumam dalam hati.
Ong Eng Ong berhasil menembak The OrtMan, namun tembakannya hanya mengenai dada sebelah kanan. The OrtMan sangat terdesak. Akhirnya, ia mengeluarkan jurus orang utan dan silat Cikalong dan Cimande. Jurus itu adalah jurus Tapak Dewa Cikalong.
Dengan sekejap Ong Eng Ong terpental. Ia melarikan diri dengan luka parah. Pergi ke Negeri Tetangga. Sebelum ia pergi. Ong Eng Ong berkata, “ All Be Back.”
Lalu aku menjawab, “ All Be There.”
Segera aku berlari melepaskan ikatan tali yang membelenggu Ayu. Kami berpelukan. Ku Kecup keningnya. Aku Antar ke Rumahnya. Aku lalu membebaskan orang utan – orang utan itu.
Setelah selesai semua. Aku lalu memanjat pohon tertinggi disana. Dan berteriak sekencang – kencangnya, “ Save Orang Utan “.
I’m The OrtMan pelindung orang utan dan alam ini.
Ada juga pengumunan kehilangan kunci motor, dompet, atau STNK. Tapi, aku tak peduli dengan pengumuman itu. Yang aku pedulikan sekarang, adalah nasib untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Aku, begitu terbayang dengan indahnya Paris, atau ramainya, the Big Apple, New York.
Sampailah aku di sebuah ruangan bercat hijau, berornamen Timur Tengah. Di dinding ruangan terdapat kaligrafi islam yang begitu indah, sebuah meja kayu jati, dan sebuah komputer Apple keluaran terbaru. Disana sudah menunggu dosen Antropologi, Pak Anshari. Ia adalah lulusan Leiden University, Belanda.
“Permisi, pak ?”
“ Oh, kamu silahkan duduk.” jawab, Pak Anshari pria berusia 50 tahun.
“ Ada perlu apa, ge ?” tanya Pak Anshari, dengan ramahnya.
” Begini pak, mengenai beasiswa yang ke luar negeri, apakah pendaftarannya masih dibuka.” jawabku dengan muka tegang dan keringat yang mengucur deras seperti habis lari marathon 30 Km berbicara.
“ Mengenai masalah beasiswa, pendaftarannya masih dibuka. Akan tetapi harus melakukan riset terlebih dahulu. Pilihannya dua, Kalimantan atau Sumatera .“ Kamu mau pilih mana?” Tanya Pak Anshari sembari memberikan brosur kepada ku.
Aku berfikir sejenak. Aku bolak – balik membuka brosur beasiswa. Saat itulah aku seperti mendapatkan ilham. Aku berfikir keras beberapa menit.
“ Bagaimana, Oge ?” tanya Pak Anshari dengan serius.
“ Baiklah, pak. Sepertinya Kalimantan cocok untuk membuat riset tentang hubungan manusia dengan orang utan.” jawabku, sambil menyodorkan brosur pada pak Anshari yang terlihat tersenyum.
“ Dua Minggu lagi, kamu akan berangkat bersama tim riset dari Universitas Dandles. Jadi, jaga kesehatan, dan banyak baca buku – buku yang berhubungan dengan riset kamu.”
“Baik pak, siap laksanakan.” Ku jabat tangan Pak Anshari. Di matanya terpancar kharisma seorang dosen yang jujur dan baik.
23 Oktober 2011
Aku menunggu di kampus. Kampus ku ini bernama Universitas Maestro. Terkenal dengan tingkat akademiknya yang tinggi dan banyak lulusannya yang menjadi sukses. Salah satunya Winx Ridwan, ia adalah Pengusaha dibidang Properti.
Terdapat barisan kursi kosong di taman kampus, aku duduk di dekat pohon asem yang sudah berusia 20 tahun. Suasana saat itu dikampus begitu ramai, bahkan di taman banyak mahasiswa dan mahasiswi yang sedang melakukan aktivitas, diantaranya diskusi, ngobrol , bahkan pacaran.
Setelah menunggu sekitar 30 menit. Akhirnya mobil jemputan ku tiba. Mobil Bercat biru, bermerk Toyota Rush siap membawaku menuju Surabaya, untuk selanjutnya pergi ke Kalimantan, tepatnya Pontianak. Mobil biru itu meraung – raung memintaku untuk segera naik. Rektor melepas kepergianku ke Kalimantan, dengan upacara kecil.
Mobil pun meluncur meninggalkan Kota Sumedang yang begitu asri menuju Kota Surabaya.
Berjam-jam perjalanan yang melelahkan. Aku pun tiba di Pelabuhan Tanjung Perak. Aku naik Ferri dan meluncur ke Kalimantan atau terkenal dengan Borneo Island.
Setelah menghabiskan hampir 1 Minggu lamanya mengarungi daratan dan lautan, dari Sumedang menuju Pontianak. Akhirnya aku tiba di tempat tujuan, tempat itu bernama “ The Camp of Orang Utan “.
Setibanya disana, aku langsung bergegas melihat penampungan orang utan, dan mulai berusaha beradaptasi ditempat yang baru. Tempat inilah yang akan menjadi rumah baru ku untuk 6 bulan kedepan.
The Camp of Orang Utan, adalah rumah penampungan bagi orang utan yang jumlahnya semakin berkurang, karena pemburuan liar dan penebangan hutan. Rumah penampungan ini begitu besar, bahkan Alun – alun Sumedang saja kalah besar daripada rumah penampungan ini.
Terdapat jembatan gantung yang di ikat diatas pohon yang tingginya hampir setinggi Mal – Mal yang ada di Ibu Kota. Biasanya penduduk local disana, sedikitnya membantu rumah penampungan ini, selain dari pemerintah Indonesia dan aktifis pecinta orang utan.
Setelah berkeliling melihat suasana rumah penampungan. Aku bisa beristirahat, kamar ku tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Dindingnya beralas anyaman bambo, atapnya dari daun kelapa, dan palem. Di dalam kamar hanya ada satu tempat tidur dan satu lemari sedang dari kayu jati dengan ukiran khas jepara. Lampunya hanya 5 whatt. Tidak ada fasilitas internet. Hanya sebuah televisi 21 inch yang ada di ruang tengah yang digunakan untuk menonton berita atau informasi.
Pagi – pagi sekali aku sudah disibukan dengan aktifitas, dari mulai mengamati gerak – gerik orang utan, mewawancarai, hingga memberi makan. Namun, justru hal itu, membuat aku semakin bersemangat. Awan berbentuk Paris, atau New York, seolah mengejekku dan mengajakku untuk segera terbang ke sana.
Aku berrkenalan dengan Tim dari Universitas Dandles. Mereka diantaranya, ada Joseph, William, Hermonie, dan Willhemina. Mereka semua berasal dari Belanda. Namun, yang menarik perhatianku adalah seorang gadis asal Pontianak, namanya Ayu Lestari.
Gadis setengah oriental ini, selain cantik, ia juga pintar. Terbukti ia pernah di kirim untuk menjadi delegasi Indonesia ke Japan, untuk mengikuti Konferensi Global Warming.
“ Perfect Woman,”. Pikirku, sambil menyeruput segelas susu putih cap Bendora.
Aku terkadang selalu berfikir, sungguh beruntungnya aku, bisa berada di Kalimantan. Berharap dapat beasiswa ke Paris atau New York. Juga bisa bertenu wanita yang begitu menarik perhatianku.
Setelah seminggu berada di Kalimantan. Aku semakin cinta dengan Orang Utan dan Alam. Terutama Ayu Lestari, yang selalu ada di dalam setiap pikiranku. Bahkan ada orang utan yang sudah sangat akrab dengan ku. Orang utan bernama Wiwir. Berusia 2 Tahun. Asli Kalimantan.
Suatu hari, kejadian yang aneh menimpa diriku. Saat aku terbangun dari tidurku. Aku merasakan sesuatu yang aneh menimpa diriku. Tubuhku menjadi lebih tinggi, tanganku kekar, kaki ku kuat sekuat baja, dan telingaku seperti memiliki kekuatan super yang sangat tinggi, sehingga aku bisa mendengar pendengaran orang utan. OMG, I’m a The OrtMan. Bagaimana bisa ? seingatku aku tidak mengalami kejadian yang salah.
“ Tidak …, Tidak …, Tidak …, “ Teriakku di dalam Kamar.
Tiba – tiba Ayu Lestari, masuk ke kamarku. Ia tidak kaget melihat perubahan dalam diriku. Ia hanya bilang, “ Gi, kamu adalah orang terpilih untuk menyelamatkan Orang Utan dari ancaman kepunahan. Sudah dua Tahun Terakhir, Perusahaan Domino ingin menghancurkan kamp ini. Ia ingin memperluas perkebunan sawitnya.”
Ayu lalu memberikan koper berlogo Orang Utan, bertuliskan The OrtMan. Aku buka koper itu. Didalamnya terdapat baju batik, celana bokser, dan senjata pamungkas, Keris Durian.
“ Apa, ternyata sekarang aku menjadi The OrtMan,? “ Tanyaku pada Ayu.
“ Ya, kamu adalah The OrtMan, penyelamat Orang Utan dan Alam dari kehancuran. Kamu akan berubah saat kamu mendengar, melihat dan merasakan kerusakan alam dan pembunuhan orang utan. Jadi, saat kamu berubah, pakailah apa yang ada di dalam koper itu. Itulah wardrobe dan senjata mu.” Jawab Ayu sambil tersenyum manis sekali.
“ Tapi, bagaimana bisa aku menjadi seperti ini ?”
“ Ceritanya panjang. Jadi, ketika kamu datang ke sini, aku merasakan kehadiran sosok penyelamat. Dan ternyata itu kamu, Oge Saputra Kusumahdinata. Kau memiliki Cakra yang sangat besar, dibanding yang lainnya. Jadi, ketika kamu tidur. Aku menyelinap masuk ke kamarmu dan menyuntikan serum orang utan. Serum itu akan bekerja selama kamu merasakan adanya ketidak adilan.” Ayu menjelaskan dengan, menggenggam tanganku.
“ Tapi, apakah kamu masih mecintaiku meskipun seperti ini ? “ Tanyaku. Kulihat matanya yang agak sipit, bibirnya yang tipis , pipinya yang merah merona mengangguk setuju.
“ Pasti, aku akan mencintaimu.”
Aku memeluknya, dan seiring dengan tubuhku yang mulai normal kembali.
Enam Bulan sudah berlalu. Aku harus segera bergegas pergi meninggalkan hutan Kalimantan. Pontianak dan Ayu Lestari, Kekasihku. Aku berjanji akan kembali ke sana suatu hari nanti.
Hari – hariku selepas riset itu, dihabiskan untuk menulis proposal. Aku sering berkomunikasi dengan dosenku Pak Anshari. Ia menyetujui proposalku. Akhrinya minggu depan aku akan di wawancara.
Aku telepon Ayu, namun tak ada respon. Perasaanku menjadi tidak enak, pendengaranku seperti melihat kejahatan. Perasaan itu kian menjadi, setelah melihat Televisi, dimana banyak Orang Utan yang mati dibunuh dan Perusahaan Domino merusak Camp penampungan orang Utan. Mataku terbakar, tubuhku tiba – tiba akan berubah. Aku segera berlari, mencari tempat yang sepi.
It’s Superhero Time’s. The OrtMan Is begain. Dengan Baju batik dan celana Bokser serta Keris Durian. Ia lalu menghilang dengan menggunakan jurus “ menghilang tanpa jejak “. Tidak berapa lama, ia sudah berada di Camp itu. Ia berusaha menyelamatkan orang utan yang sudah di kurung dalam kandang – kandang besi untuk dijual ke luar negeri sebagai koleksi para cukong – cukong tak bermoral.
Dengan jurus pamungkasnya, “ Cakaran Orang Utan “. Perusahaan Domino berhasil di pukul mundur. Tapi, ternyata The OrtMan tidak tahu bahwa Ayu, kekasihnya ditawan Ong Eng Ong, pimpinan Perusahaan Domino.
The OrtMan mengajak duel Ong Eng Ong. Terjadilah pertarungan sengit. Ong Eng Ong rupanya sudah menyuntikan serum Orang Utan, ketika ia menawan Ayu, ia sudah tahu bahwa Ayu mempunyai serum itu. Ong Eng Ong mengetahui hal tersebut, karena ia memiliki mata – mata . dan Rupannya mata – mata itu adalah Mahasiswa Belanda itu.
“ Sial, awas akan ku beri dia pelajaran.” Aku bergumam dalam hati.
Ong Eng Ong berhasil menembak The OrtMan, namun tembakannya hanya mengenai dada sebelah kanan. The OrtMan sangat terdesak. Akhirnya, ia mengeluarkan jurus orang utan dan silat Cikalong dan Cimande. Jurus itu adalah jurus Tapak Dewa Cikalong.
Dengan sekejap Ong Eng Ong terpental. Ia melarikan diri dengan luka parah. Pergi ke Negeri Tetangga. Sebelum ia pergi. Ong Eng Ong berkata, “ All Be Back.”
Lalu aku menjawab, “ All Be There.”
Segera aku berlari melepaskan ikatan tali yang membelenggu Ayu. Kami berpelukan. Ku Kecup keningnya. Aku Antar ke Rumahnya. Aku lalu membebaskan orang utan – orang utan itu.
Setelah selesai semua. Aku lalu memanjat pohon tertinggi disana. Dan berteriak sekencang – kencangnya, “ Save Orang Utan “.
I’m The OrtMan pelindung orang utan dan alam ini.

