MERANTAULAH (SYAIR Imam Asy-Syafi'i

Orang pandai dan beradab tak kan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Pergilah 'kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan teman
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih jika tidak dia 'kan keruh menggenang
Singa tak akan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang 
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran 
Jika matahari di orbitkan tak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanyadan enggan memandang
Rembulan jika terus menerus purnama sepanjang zaman 
Orang-orang tak akan menunggu saat munculnya datang

Biji emas bagai tanah biasa sebelum digali dari tambang
Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan
Kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa di dalam hutan
Jika dibawa ke kota berubah menjadi mahal jadi incaran hartawan.

Apa itu Jurnalistik Sastra?

Berbicara tentang jurnalistik sastrawi. Maka terlebih dahulu berkenalan dengan apa itu jurnalistik ? Menurut F.Fraser Bond dalam An Introduction to Journalism (1961:1), jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai  berita sampai pada kelompok pemerhati. (Sumadirya, 2011: 3). Selain itu, menurut Kustandi Suhandang menyebutkan jurnalistik adalah seni dan atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayak (2004:23).

Sedangkan sastra, mengacu pada teknik-teknik sastra yang digunakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sastra memiliki pengertian yaitu bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Jadi merujuk pada pengertian diatas menurut pemahaman saya, jurnalistik sastra adalah proses mencari, mengumpulkan, memilih dan memilah informasi berupa fakta guna dibentuk menjadi sebuah berita dengan menggunakan bahasa dalam artian kata dan gaya bahasa yang merujuk pada kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) dengan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nurani khalayak.

Sebenarnya masih banyak pengertian mengenai jurnalistik sastra. Menurut W.Ross Winterowd, “Narrative journalism uses the novellist’s techniques and the reporter’s meticulousness and energy to create a more penetrating view of reality” artinya adalah dalam jurnalisme narasi (penyebutan lain:jurnalistik sastra) menggunakan teknik novel dan reporter mesti teliti,hal  menciptakan dan menekankan pada sebuah pandangan yang real/fakta.

Dalam pengertian jurnalistik sastrawi menurut W.Ross Winterowd, ada beberapa hal yang menyangkut pada sebuah pertanyaan bagaimanakah cara melakukan teknik jurnalistik sastrawi? Dan apa yang melatar belakangi lahirnya jurnalistik sastrawi?

Jurnalistik Sastrawi
Pada sebuah berita straight news, gaya piramida terbalik sering dipergunakan, 5W+1H menjadi sebuah kewajiban. Berbeda, jurnalistik sastra lebih menekankan pada feature. Menurut Goenawan Mohammad, 1996 : dahulu, orang menamakannya dengan “feature” yang diartikan sebagai tulisan/karangan khas yang merupakan bahan atau unsur pelengkap dari berita.

Nama lain dari jurnalistik sastra banyak sekali, diantaranya : The new journalism, narrative journalism, literary of fact, factual fiction, dan masih banyak lagi. Pada substansi pentingnya bahwa jurnalistik sastra mestilah memiliki elemen-elemen berikut : fakta, data, informasi,wawancara yang dikumpulkan serta ditulis dengan elemen-elemen dan kaidah-kaidah sastra.
Menurut Farid Gaban, terdapat enam elemen jurnalistik sastra, yakni :
1.    Akurasi, membuat penulis kredibel.
2.    Keterlibatan, memadu reporter untuk menyajikan detail yang merupakan kunci untuk menggugah emosi pembaca.
3.    Struktur, tulisan harus mampu menggelar suasana, merancang irama dan memberikan impact yang kuat kepada pembaca.
4.    Suara, dalam artian posisi penulis dalam tulisan tersebut.
5.    Tanggung jawab, penulis harus mampu menampilkan nilai pertanggung jawaban.
6.    Simbolisme, setiap fakta yang kecil sekalipun merupakan gagasan yang sengaja disusun karena terkait makna yang lebih dalam.
Sementara itu, ada sepuluh elemen dalam karya  sastra yakni :
1.    Plot (alur)
Plot merupakan aransemen ide-ide atau peristiwa yang memberikan cita rasa keindahan pada cerita. Dalam plot terjadi hubungan sebab akibat atau kaitan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Plot ialah apa yang terjadi dan bagaimana hal itu terjadi dalam bentuk naratif. Terdapat empat teknik ploting (alur): Ketegangan, alur maju, alur mundur, akhir yang mengejutkan.
2.    Eksposisi
Eksposisi ialah pengantar cerita yang memberikan seting. Dan memiliki fungsi menciptakan tone/mood, menjelaskan karakter, dan menyajikan fakta penting lainnya agar pembaca memahami cerita.
3.    Daya pemicu
Peristiwa/karakter yang membuat konflik. Untuk membuat jurnalistik sastra semakin seru dan menarik maka peran daya pemicu sangat penting posisinya.
4.    Konflik
Keindahan sebuah cerita terletak pada sebuah konflik. Sebab biasanya, lewat konfliklah pesan-pesan si penulis disisipkan.
5.    Ketegangan
Ketegangan muncul biasanya ketika  cerita semakin meninggi.
6.    Aksi Meninggi
Rangkaian peristiwa yang dibangun dari beberapa konflik. Sehingga berakhir pada sebuah titik paling tinggi yakni titik klimaks.
7.    Krisis
Konflik akan sampai pada titik balik (turning point). Krisis ini dapat muncul sebelum atau bersamaan waktunya sebagai klimaks.
8.    Klimaks
Klimaks ialah hasil atau puncak dari krisis. Klimaks adalah puncak dari cerita, biasanya menjadi pusat perhatian pembaca yang sangat menggugah klimaks.
9.    Aksi menurun
Peristiwa atau kejadian sesudah klimaks yang paling deket dengan cerita disebut “aksi menurun”.
10.    Peleraian
Kesimpulan dari pertistiwa-peristiwa. Dan bisanya mengarah pada perkembangan ke arah penyelesaian.

Point of View
Dalam menulis jurnalistik sastra ada berbagai sudut pandang yang biasa digunakan oleh para penulis diantaranya:
1.    Orang pertama (narrator sebagai karakter di dalam cerita),
2.    Orang kedua, kata ganti orang kedua (Anda, kamu) dan kata ganti orang kedua jamak (kalian),
3.    Orang ketiga objektif, (narrator adalah orang di luar cerita yang mengisahkan hanya apa yang dia lihat dan dengar.
4.    Orang ketiga terbatas, (narrator adalah orang di luar kisah yang melihat ke dalam pikiran salah seorang karakter, namun tidak pada semua karakter.
5.    Orang ketiga serba tahu, (narrator yang serba tahu).
Selain itu, dalam jurnalistik sastra harus menggunakan gaya bahasa dan tema. Tema adalah gagasan pokok yang dipakai sebagai dasar cerita, pokok pikiran, yang menjadi dasar cerita.
Carole Rich mengingatkan bahwa penulisan narasi bukanlah fiksi. Anda harus berpegang teguh pada fakta walaupun ceritanya seperti sebuah novel.
Selain itu, semua pekerjaan kreatif harus didasarkan pada seni menghilangkan –the art of omission. Karena jurnalistik sastra merupakan suatu hal yang berkaitan dengan bercerita. Maka bercerita dalam hal ini melibatkan dua dasar penulisan:
1.    Penulisan deskriptif yang memberikan gambaran kepada pembaca, terutama melalui detail-detail yang konkret. Disini digambarkan karakter, suasana/peristiwa.
2.    Penulisan narasi, yang menceritakan pembaca suatu cerita, terutama melalui tindakan, kata-kata dan perasaan tokohnya.
Jadi, saat ini perkembangan jurnalsitik sastra telah menjadi salah satu aliran baru journalism yang vital dan memberikan sebuah oase ditengah kebosanan berita yang terlalu pada to report tetapi tidak secara to story yang lebih menekankan pada fakta dilapangan.

Daftar Pustaka
Shwara, Luwi. 2011. Jurnalisme Dasar. Jakarta : Kompas.
Sumadiria, Haris. 2011. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature. Cetakan Keempat. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
http://bachtiarhakim.wordpress.com/2008/06/05/jurnalisme-sastra-septiawan-santana/ diunduh:  17/09/2012 pukul 21.05
http://cyberjournalism.wordpress.com/2007/08/12/jagat-wartawan-dan-kewartawanan-bagian-kesembilan-selesai/ diunduh :   17/09/2012 pukul  21.07