JA(T)UH DI RABU

JA(T)UH DI RABU

September Akhir di 2014
Kemarin Selasa, hujan di malam sebelum kami bertemu. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk mengungkapkan rasa pada dia. Rasa yang telah terkubur dalam. Sejak masih duduk di bangku menengah pertama di sekitaran awal tahun 2006.

2006
Beberapa bulan lagi aku, Deon, akan melepas baju putih biru. Masa Sekolah Menengah Pertama dulu, tidak sama dengan sekarang. Dulu telepon genggam atau hp masih sangat jarang sekali. Paling satu dua orang siswa yang memiliki hp. Itupun, belum ada kamera seperti sekarang, paling hal yang istimewa di dalam hp itu hanyalah Radio. Saling berkirim pesan lewat radio sangatlah romantis saat itu. Mungkin juga sekarang, tapi aku kira sekarang karena hp sudah canggih, anak muda lebih memilih media sosial untuk mengungkapkan ekspresinya. Radio, bukan hanya sekedar pengirim pesan. Namun menemani di kala belajar di malam hari.

Umurku saat itu, baru beranjak usia 15 tahun. Bulu kakiku sudah tumbuh lebat, tinggiku belum semampai. Rupaku biasa-biasa saja. Gigiku pernah patah, terkena sikut teman. Temanku itu namanya Sinyo, atau biasa dipanggil Inyong karena giginya yang sedikit agak maju.

Aku sempat harus melakukan perawatan ke dokter gigi. Kata dokter, gigiku harus dicabut sebab patahnya agak parah, dan bisa merusak gigi yang lain jika tidak dicabut.

Aku hanya berusaha mengikuti saran dokter. Karena aku yakin dokter memiliki pengalaman dan ilmu yang jauh dibandingku mengenai gigi. Namanya juga dokter gigi. Coba kalau dokter cinta, mungkin dokter bisa mengobati hatiku merindukan dia sedari SMP.

Gigi hilang satu, tapi kata dokter itu tidak mengubah ketampanan aku. Padahal itu bohong, dokter sengaja bilang gitu biar aku tidak kecewa. Ayahku hanya tersenyum, ia mendekati dokter. Aku pikir sih, sepertinya ayahku mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu untuk membayar biaya perawatanku.

Selain itu, kata temanku aku punya keberuntungan yang baik. Buktinya, aku terpilih jadi wakil ketua OSIS di sekolahku. Makanya, banyak teman wanita yang mulai mendekat atau merapat. Tidak hanya sekedar untuk berkenalan. Tapi ada juga yang menyatakan suka padaku. Namun, aku hanya tertarik pada satu wanita, dia begitu anggun, cantik, dan yang terpenting aku suka entah dia suka atau tidak. Yang jelas, aku benar-benar merasakan jatuh cinta.

Menjaga perasaan dengan waktu yang lama sangatlah sulit. Terkadang aku tak bisa pindah ke lain hati. Aku takut melepaskan, aku takut kehilangan, dan aku benar-benar takut tak bisa mencintaimu.

Kirim Pesan

Aku hanya bisa 'stalking' dia lewat Facebook. Ia kini terlihat lebih cantik dari sebelumnya. Senyumnya masih sama, malah aku tambah yakin masa depanku ada bersamanya. Tapi seketika listrik mati. Komputer mati, warnet mendadak gelap, dan facebook pun lenyap. Hanya menyisakan aku dan lamunanku.

Ia kini telah menjadi mahasiswi di sebuah perguruan tinggi negeri di kota Bandung. Ia mengambil jurusan Sastra Jepang. Pantas saja, tiap kali aku liat timeline facebooknya kata-kata romantis dan puitis mengisi hari-harinya.

Ingin, sekali aku menyapanya. Untuk sekedar mengatakan,'hai', atau kabar tentangnya. Tapi apa daya, aku hanya pria pemalu dan cuma bisa menjadi 'silent reader'.

"Apakah kau merasakan apa yang ku rasa?"
"Ini terasa sangat menyiksa?"
"Ingin ku tuliskan kata, RINDU?"
"Ingin sekali ku ajak kau jalan,"

Tapi, lagi-lagi aku hanya bisa menelan ludah, dan hanya berkata "Melihat kamu sekarang, aku sudah senang".

Semakin hari, belenggu rindu semakin menggebu. Akhirnya, atas saran temanku, Galih. Aku disuruhnya untuk mengirimkan pesan singkat.

"Asalamualaikum", tulisku di pesan facebooknya. Lalu aku langsung tutup facebook. Tapi, tak ada respon. ku buka facebook lagi tak ada respon. Begitu terus, sampai-sampai aku merasa putus asa.
"Sudahlah, mungkin ia sudah bahagia. Tak perlulah aku mengganggunya," ujar hatiku dengan muka pasrah dan kecewa.

Ku buka media sosial, dan kulihat ada pesan di beranda facebook. Lalu, ku buka pesan dan ternyata itu dari, teman kuliahku yang menanyakan mengenai jadwal UTS.

"Aku kira dari dia", jawabku sambil tersenyum. Ku balas pesan temanku. Lalu, tak lama setelah itu, masuk sebuah pesan lagi. Aku mengira pesan itu dari temanku tadi. Tapi, ternyata itu pesan dari dia.
"Wa’alaikumsalam", pesannya dengan emotion senyum.

Seketika, jantungku berdebar kencang. Entah kenapa, mungkinkah ini yang dinamakan getaran cinta. Ah, itu sih mauku saja.

"Apa kabar?" tanyaku dengan perasaan senang, sebab telah lama aku tak bercakap dengannya.
"Baik, kamu gimana kabarnya?" tanya dia balik.
"Aku baik juga. Kamu lagi sibuk apa?" tanyaku lagi karena ingin tahu keadaan dia saat ini.
"Gini aja, sibuk kuliah. Kalau kamu?"
"Aku sibuk kuliah, sama kaya kamu."

Seketika suasana hening, seperti biasa aku tidak bisa menghidupakan suasana percakapan. Kesal saat itu, padahal ingin bercerita banyak hal. Tentang kucing kesukanya, film favoritnya, sampai kenangan masa-masa sekolah dulu. Tapi aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku perbuat. Namun, hati ini menggerakkan tangan kemudian menuliskan pesan di facebooknya.

"Kalau kamu ada waktu, boleh tidak aku bertemu?" tanyaku dengan perasaan tidak menentu dan aku sudah tahu jawabannya. Ia pasti tidak akan mau atau paling jawab aku lagi sibuk.

Lama sekali aku menunggu jawabannya.

sebuah pesan masuk, dan ia bilang "RABU, kita ketemu"  
Aku sempat bertanya kembali, “Rabu?, Besok maksud kamu?” sambil terus menuliskan pesan balasan.
Tak lama, balasan pun datang, “Rabu, Minggu depan?”
“Baik, gimana kalau kita bertemu di Museum?” kataku semangat.

Lama tak ada balasan, beberapa lagu telah memutar di list musik. Namun, aku tetap menunggu dan menunggu balasanya.

“Museum, rabu minggu depan,” balasannya dengan emotion senyum.
“OK, aku akan datang,” balasku.

Rabu, pertengahan di bulan Oktober

Aku telah menunggu di depan museum, memakai kemeja putih dan bawahan jeans sepatu sneaker. Saat itu sudah mulai agak siang. Museum aku jadikan tempat bertemu karena aku tahu dia sangat suka dengan sejarah. Hal apapun yang berhubungan dengan sejarah dia adalah jagonya. Tapi, karena ia juga suka menulis dan senang hal-hal mengenai negara Jepang. Ia akhirnya memilih jurusan Sastra Jepang.

Ku lihat dari kejauhan, sepasang kaki melangkah dengan anggun, rambutnya hitam panjang terurai, pipinya chuby, matanya begitu indah memancarkan keteduhan. Ku lemparkan senyum, dia pun membalas senyumanku.

Untuk pertama kalinya, aku bertemu dia secara langsung setelah hampir 10 tahun tidak bertemu. Ada rasa canggung pada awalnya, tapi aku memberanikan diri untuk menyapanya lebih dulu.

“Pa Kabar? Udah lama nggak ketemu?” tanyaku dengan senyum manis.
“Baik, kamu gimana kabarnya?”
“Aku baik juga, kamu cantik?” kataku dengan hati yang berbunga-bunga.
“Makasih, kamu juga baik sama aku pas waktu SMP?”
“Baik, hatiku nggak baik. Selalu mikirin kamu.” Kataku lagi sambil berjalan menyusuri museum.

Aku katakan semuanya mengenai perasaanku, mengenai semua hal yang aku rindukan, semua ingatan dan cinta kepadanya. Dia hanya tersenyum malu. Tak banyak berkata, seperti biasa saat aku memang benar-benar suka padanya.

Ia hanya membisikan kata yang membuatku ingin menangis bahagia mendengarnya.

“Aku suka kamu juga sejak SMP,” katanya.
Aku terdiam sesaat, untuk pertama kalinya ku genggam tangannya. Ku katakan sejujurnya, “mulai saat ini, aku tak akan cemburu lagi,” kataku sambil memegang erat tangannya.

Ia pun memegang lebih erat tanganku, dan kita berjalan beriringan menikmati indahnya cinta masa remaja yang tertunda.

Terima kasih Tuhan, Engkau t’lah menciptakan waktu.
Meski harus menunggu,
Tapi, Aku akan suka hari ini,
RABU

Itulah kenapa setiap hari rabu aku merasakan hal istimewa. Hal dimana impianku berdua dengannya bertemu. Aku suka hari Rabu. KAMU?